Senin, 20 Februari 2012

Aplikasi Transport Demand Management





A.                Permasalahan Transportasi
 Dengan perkembangan perkotaan dan proyeksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia seperti saat ini, permasalahan transportasi perlu segera diantisipasi praktis di setiap kawasan perkotaan, terutama kota-kota dengan populasi yang cukup besar. Peningkatan jumlah pergerakan yang terjadi akibat berkembangnya aktivitas masyarakat perkotaan menuntut penambahan prasarana transport perkotaan. Disamping itu, dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat, tuntutan akan kualitas prasarana yang lebih baik juga meningkat. Sementara itu keterbatasan sumber daya menyebabkan penambahan prasarana transportasi perkotaan tertinggal dibanding peningkatan kebutuhan. Fenomena ini terjadi praktis di semua kota besar di Indonesia. Implikasinya adalah terjadinyakemacetan lalu-lintas yang makin hari makin ekstensif sehingga aktivitas masyarakat terhambat, pemanfaatan prasarana dan sarana menjadi tidak efisien, tingkat keselamatan lalu-lintas menurun dan pencemaran yang ditimbulkan lalu-lintas bertambah. Fillianti (2005) menyebutkan bahwa isu-isu utama perkembangan perkotaan yang signifikan dengan permasalahan transportasi adalah sebagai berikut:
1.         Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi
2.         Perkembangan Bentuk Perkotaan
3.         Perkembangan Jenis Aktivitas/Tata Guna Lahan
4.         Perluasan Kawasan Perkotaan
5.         Kebijaksanaan Dekonsentrasi
6.         Pertumbuhan Ekonomi
Kerugian akibat kemacetan lalulintas di perkotaan terutama terkait dengan:
1. Meningkatnya Biaya Operasi Kendaraan (BOK) akibat menurunnya kecepatan perjalanan rata-rata.
2.  Kerugian nilai waktu akibat hilangnya kesempatan berproduksi akibat tundaan waktu perjalanan.
3.   Kerugian psikis akibat stress serta perilaku yang tidak produktif.

B.              Konsep Transport Demand Management
Kebijakan dan strategi penanganan masalah kemacetan lalulintas di perkotaan perlu dilakukan secara multi-facet dengan mengedepankan keterpaduan dalam berbagai jenjang dan aspek sekaligus. Jenjang tersebut meliputi penanganan di tingkat makro, meso maupun mikro. Sedangkan aspek yang dilakukan mencakup 3E, yaitu: aspek teknis (Engineering), aspek penegakan hukum (Enforcement), dan aspek pendidikan (Education). Salah satu alternatif penanganan adalah dengan menggunakan Konsep Transport Demand Management (TDM). Martha Maulidia (2010) menyebutkan bahwa Konsep pengelolaan kebutuhan transportasi (TDM) adalah penerapan strategi dan kebijakan untuk mengurangi kebutuhan perjalanan, khususnya untuk kendaraan bermotor pribadi atau untuk mengatur beban transportasi di tempat dan waktu tertentu. Penerapan TDM adalah alternatif yang sangat cost-effective dibandingkan penambahan kapasitas, perluasan jalan dan penerapan teknologi lain yang relatif lebih mahal. Kemudian pada penjelasan berikut ini,  dapat diketahui dimana peranan penerapan Transport Demand Management dalam usaha penanganan lalulintas secara menyeluruh.
Pada level makro, penataan ruang perkotaan perlu dikembangkan ke arah model-model perencanaan kota yang bersifat:
·            Compact city, pengembangan kawasan-kawasan terpadu yang kompak dan memadukan fungsi-fungsi hunian, perkantoran dan komersial seperti super-block.
·            Transit Oriented Development, dengan mengarahkan pengembangan kawasan pada simpul-simpul jalur angkutan umum masal yang memiliki aksesibilitas tinggi, terutama untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
·            Kawasan Hunian Kepadatan Tinggi, dengan orientasi bangunan dikembangkan ke arah vertikal dan membatasi hunian-hunian kepadatan rendah.
Pada level meso, perlu dikembangkan angkutan umum masal dan dilakukan keterpaduan transportasi antar moda yang mengarah pada seamless transport, sehingga pengguna angkutan umum dapat berpindah-pindah moda tanpa halangan yang berarti. Selain itu perlu diterapkan pula skema-skema Transport Demand Management seperti:
·            Park-and-ride, yaitu fasilitas untuk dapat berpindah moda secara nyaman dari kendaraan pribadi ke angkutan umum (KA atau Busway).
·            High Occupancy Vehicle, yaitu pemberian prioritas bagi kendaraan dengan muatan penumpang tinggi seperti bus, mikrobus dll.
·            Ride-sharing, yaitu mengembangkan upaya-upaya penyediaan angkutan antar-jemput atau berkendaraan bersama dalam satu tempat kerja.
·            Car-pooling yaitu pengembangan sistem angkutan shuttle dari lokasi-lokasi hunian yang disediakan secara swadaya oleh penghuni atau pengembang.

Kebijakan pada level mikro atau street level akan diarahkan pada keterpaduan penanganan prasarana dan sarana serta penerapan skema-skema traffic management. Komponen prasarana dan sarana yang perlu ditangani antara lain menyangkut:
·            Penanganan/peningkatan kapasitas persimpangan melalui pelebaran lengan-lengan simpang.
·            Pemasangan alat pengatur instrumen lalulintas (APIL) yang terkoordinasi.
·            Pembangunan fly-over atau underpass pada persimpangan yang padat maupun perlintasan jalan dengan rel KA.
·            Perbaikan kerusakan kondisi jaringan jalan dan pelebaran bagian-bagian yang mengalami penyempitan.
·            Peningkatan bahu jalan, rambu-rambu, lampu penerangan dan fasilitas pejalan kaki di perkotaan.


Gambar 1. Strategi Penanganan Kemacetan Multi-facet
Melihat pengalaman di negara-negara maju, metoda-metoda TDM potensial untuk diterapkan di Indonesia, namun kondisi masyarakat dan sistem yang berbeda tentu menuntut penyesuaian tertentu sebelum metoda yang terbukti efektif di negara maju juga bisa diterapkan di Indonesia. Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa membangun terus prasarana yang dibutuhkan, tidak selalu menjadi solusi yang terbaik. Setiap pembangunan prasarana transportasi membawa dampak lingkungan dan oleh karena itu ada kapasitas tertentu dari suatu wilayah yang menjadi ambang lingkungan untuk menerima dampak yang ditimbulkan setiap aktivitas pembangunan kota yang perlu dipertahankan untuk tidak dilampaui. Disamping itu pembangunan jaringan jalan, khususnya yang hanya mengikuti tuntutan kebutuhan cenderung mendorong peningkatan penggunaan kenderaan pribadi yang notabene tidak efisien pemanfaatannya dipandang dari sudut sistem transportasi secara kese1uruhan.
Pada akhirnya dalam mengembangkan konsepp TDM, langkah paling jitu adalah membawa masyarakat perkotaan untuk menggunakan moda transportasi umum. Namun, masalahnya pada saat ini penggunaan kendaraan pribadi menjadi hal yang sangat disenangi masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari ketidakmampuan angkutan umum melayani kebutuhan mobilitas mereka dengan cepat, mudah, dan murah tentunya. Namun, seperti yang telah disebutkan di awal bahwa pengunaan angkutan pribadi yang berlebihan justru akan menimbulkan masalah masalah lalulintas. Untuk itulah konsep TDM ini perlu diterapkan. Adapun secara garis besar penerapan konsep TDM ini dapat dikelompokkan dalam dua alternatif yaitu:
1.         Memperbaiki kualitas layan transportasi umum dalam rangka menarik minat masyarakat.
2.         “Mempersulit” masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadi.
Tabel 1 menyajikan strategi, metoda, dan teknik TDM yang sudah dikenal cukup luas dan umumnya sudah diterapkan di berbagai kota di dunia. Dilihat dari stategi-strategi yang bisa diadopsi, strategi tertentu berfokus pada sisi penyediaan, strategi tertentu lainya berfokus pada sisi demand.
Tabel 1. Strategi, Metoda, Dan Teknik Transport Demand Management
Strategi
Metode
Teknik
Peningkatan pemanfaatan aset
 Penyebaran lalu lintas puncak




Okupansi kenderaan (kepemilikan)
Pentahapan jam kerja
Jam kerja fleksible
Perubahan hari kerja
Pembedaan biaya parkir
Pembedaan ketersediaan tempat parkir

Kenderaan bersama
Pool kenderaan (kelompok / gabungan)
Jalur khusus kendaraan berpenumpang banyak
Prioritas parkir
Park and ride
Batasan fisik
Pembatasan Area


Pembatasan Ruas




Pembatasan Parkir
Pemilihan area lalu lintas
Ijin area (Area licences)

Batasan akses
Pengaturan lampu lalu lintas
Pengurangan kapasitas
Prioritas angkutan umum

Batasan ruang parkir
Control akses parker
Pengenaan biaya
Biaya jalan (Road Pricing)


Pembatasan Ruas


Pembatasan Parkir
Toll
Biaya masuk area
Biaya kemacetan

Prioritas jangka pendek
Biaya masuk tinggi

Penerapan pajak bahan bakar
Penerapan pajak parker
Perubahan sosial dan aspek
Bentuk perkotaan


Sikap sosial


Perubahan teknis
Kota yang lebih kompak
Pengembangan kota yang efisien

Kesadaran dan informasi masyarakat
Pendidikan masyrakat

Subsitusi komunikasi
Pengembangan system transportasi
Sumber : Luk (1992)

C.                Penerapan Transport Demand Management di Kota Besar
1.                  DKI Jakarta
DKI Jakarta merupakan kota dengan tingkat kesibukan paling tinggi di Indonesia. Salah satu hal yang dapat membuktikan pernyataan di atas adalah dengan terlihatnya volume kendaraan yang ada di Jakarta.  Di Jakarta sendiri terdapat sekitar 5,5 juta kendaraan. Dari segi komposisi kendaraan, saat ini lalulintas di perkotaan didominasi oleh kendaraan roda dua (61%), sedangkan kendaraan roda empat atau lebih berkisar 39%. Pertumbuhan kendaraan roda dua ini di beberapa kota mencapai hampir 20% per tahun, sementara kendaraan lainnya umumnya hanya tumbuh sekitar 5-10%.
Imbas dari volume kendaraan yang besar tersebut, terjadi kemacetan di kota ini. Secara tipikal kemacetan lalulintas di perkotaan diakibatkan oleh 3 hal pokok yaitu:
·            Volume lalulintas kendaraan yang melebihi kapasitas ruas jalan
·            Bottle-neck akibat adanya penyempitan ruas jalan.
·            Konflik yang terjadi di persimpangan maupun di titik-titik tertentu pada ruas jalan.

Gambar 2. Komposisi kendaraan DKI Jakarta

Berdasarkan hasil studi yang ada, mengindikasikan kerugian akibat kemacetan lalulintas di perkotaan seperti DKI Jakarta rata-rata mencapai Rp. 1,25 juta/kapita/tahun, atau mencapai lebih dari Rp. 10.4 triliun/tahun.
Maka, pemerintah melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi masalah transportasi tersebut, diantaranya adalah :
a)         Pembuatan angkutan umum terintegrasi transjakarta.
Salah satu penyebab  masalah transportasi Jakarta adalah kenyataan bahwa masyarakat lebih cenderung memilih angkutan umum dengan segala keuntungan dan kemudahannya. Transjakarta merupakan angkutan umum yang terintegrasi di Jakarta. Angkutan ini mampu melayani kebutuhan perjalanan masyarakat di kawasan Jakarta. Dengan tarif Rp 3500,00 diharapkan masyarakat mampu menggunakan fasilitas transportasi ini. Selain itu yang menjadi kekhasan transjakarta adalah bahwa angkutan ini memiliki jalur khusus sehingga waktu perjalanan akan menjadi semakin pendek.
b)         Penerapan system 3in1 di beberapa ruas jalan
Upaya ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemakain kendaraan pribadi. Dengan adanya peraturan ini maka masyarakat sebenarnya dipaksa untuk menggunakan kendaraan secara kolektif. Dengan demikian diharapkan penggunaan angkutan pribadi dapat ditekan. Namun, seperti yang telah dijelaskan di atas, penerapan konsep TDM harus memperhatikan kondisi social mayarakatnya. Hal ini terbukti dengan tidak efektifnya 3in1 karena justru akan memunculkan masalah baru, yaitu adanya joki joki 3in1.
c)         Penerapan Electronic Road Pricing (ERP)
Kebijakan ini ditujukan untuk menggantikan kebijakan three in one yang dinilai tidak efektif dalam mengendalikan laju penggunaan mobil pribadi sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan polusi udara di Jakarta. Pada prinsipnya, ERP adalah upaya mengatur aliran kendaraan dan kemacetan melalui mekanisme penarifan. ERP dibedakan sesuai dengan waktu, zona berkendaraan, dan jenis kendaraan. Dana yang diperoleh dari penerapan sistem ERP tersebut digunakan untuk mengembangkan transportasi publik (Infrastructure Watch, 2005). Karena ERP ini belum sepenuhnya diterapkan, maka perlu dilakukan analisis lalulintas untuk menentukan lokasi yang benar benar layak untuk diberi ERP.


2.                  Semarang
Seperti halnya Jakarta dan kota kota besar lainnya, masalah transportasi juga ada di Semarang. Ada beberapa titik rawan kemacetan di Semarang diantaranya ada di Jatingaleh, Kaligawe dan bahkan simpang lima. Sementara itu, kinerja angkutan umum di Semarang bisa dikatakan belum optimal. Dalam penelitian oleh Balitbang yang dilakukan di Kedungsepur komposisi kendarannya adalah 90% merupakan angkutan pribadi, 10% angkutan umum. Sedangkan komposisi moda transportasinya adalah 54% Mobil, 37%sepeda motor, 6% Bus, dan 3% untuk bus kecil. Sementara itu untuk transportasi dalam kota Semarang, kendaraan jenis sepeda motor mendominasi setiap ruas ruas jalan dengan proporsi rata rata 45% dari ruas jalan yang ditinjau, angkutan bus memiliki kontribusi  sekitar 4% dan angkutan kota 13%. Sedangkan untuk kendaraan pribadi jenis mobil memiliki proporsi 28% dan sisa lainnya adalah kendaraan tak bermotor.Berdasarkan hasil analisis serta hasil survey pada beberapa responden, maka dirumuskan suatu alternatif skenario pengaturan moda transportasi sebagai berikut:
1.         Angkutan kereta api dapat di kembangkan untuk melayani perjalanan antar kota ( Pantura)
2.         Bus Antarkota (AKDP/AKAP) hanya dibatasi sampai Terminal Bawen, dengan demikian Terminal Bawen akan berkembang menjadi terminal terpadu.
3.         Jalur Ungaran-Semarang dilayani dengan menggunakan bus sedang yang direncanakan akan dapat berkembang menjadi angkutan umum terpadu seperti transjakarta
4.         Angkutan kota dapat dioperasikan sebagai feeder dari perumahan atau daerah bangkitan yang tidak dilewati jalur utama bus.
5.         Adanya penerapan road pricing bagi kendaraan yang masuk kota, pemberian tarif parker yang cukup mahal,dan cara lainnya untuk mengurangi minat masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.



Gambar 3. Skema pengaturan transportasi Semarang



 












 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar